"Teman yang Aku Harapkan untuk Bicara Itu Ada di Lift"
Assalamu'alaikum,
Jeng... jeng... kesannya jadi mistis nggak? Inspirasi awal buat judul artikel ini, tapi malah jelimet dan kurang jelas kayaknya. Nanti dikira ikutan euforia cerita horor desa KKN.
Merantau di Beijing, sekarang tempat tinggal saya adalah apartemen. Bertempat di lantai 20+. Naik-turun keluar hunian menggunakan lift. Anak lift banget deh pokoknya gaes.
Apartemen yang kami tempati selain sebagai hunian sebenarnya lebih mayoritas sebagai penginapan dan ada beberapa lantai sebagai kantor, namanya Guangyao Apartment.
Pendek cerita, suami memutuskan milih bertempat disini dengan pertimbangan hanya sebrang-sebrangan dengan gedung kantor dan lokasinya sangat strategis, dekat dengan halte bus, subway station juga pusat perbelanjaan *bisa open jastip*, Alhamdulillah.
Karena sejatinya adalah penginapan, di lantai saya nggak ada tetangga permanen. Pasti orangnya gonti-ganti terus. Itupun jarang banget papasan ketemu di luar kamar gitu.
Lonely parah! Makanya bikin saya jadi suka sksd, sok kenal sok deket. Kepedean nanya-nanya turis yang ketemu di lift dengan harapan biar ada yang bisa diajak ngobrol.
Kebetulan apartemen ini struktur bangunannya kecil padat bin efisien. Compact banget. Lobby-nya tidak terlalu besar, sedang dan cukup. Bergaya elegan dengan bagian tengah berhias cermin dan bunga-bunga. Sebelah kiri adalah meja resepsionis dan sisi sebelah kanan satu set sofa empuk sebagai ruang tunggu. Dibandingkan hotel lain yang pernah saya datangi, bule pun tidak banyak berseliweran di sini *paklek-nya mana??&^%$*. Ya monmaap jadi masih norak kalo ketemu bule.
With Syfa teman Gavin saat winter yang lalu *super duper duingiinn |
Harapan saya bicara sama siapa lagi kalau bukan sama mister yang bisa diajak talking-talking english. Kalau warga sini sih selalu ada, tapi... jarang yang bisa Bahasa Inggris dan entah kapan saya dapat berbicara Mandarin :(
Paling seneng kalau pas ada orang Indonesia yang dinas dan menginap disini. Wah happy, ngobrolnya bisa lebih panjang lebar.
Dari langkanya pertemuan dengan mereka teman sesaat di lift, kira-kira saya masih inget sudah pernah bercakap-cakap sama orang negara mana. Penting banget ya... heheheh... Bagi saya rasanya plong sekedar menyapa dan bertanya kamu dari mana.
Keseharian saya di sini memang jauh dari gaul. Butuh event tertentu dan waktu khusus untuk dapat bertemu teman atau saudara setanah air. Sepiii jalii... maklumlah saya kan memang dinas di rumah aka stay at home mom. Jadi memang harus struggle dengan kesunyian. Nggak boleh dibawa susah.
Pertemuan singkat dengan beberapa turis Beijing di lift Guangyao:
1. Keluarga Korea
Pernah 1 lift saat mau turun bertemu 2 keluarga muda bersama balita dengan tampilan modis dan keren. Awalnya saya mengira mereka orang Jepang. Saat sudah sama-sama di dalam lift saya beranikan menyapa. Yang menjawab pria-nya, yang wanita nampaknya tidak bisa English. Lalu mereka jawab dari Korea. Wah.. bukan ketemu sama Gong Yoo Oppa tapi saya girang loh. Keren euy... penampilannya sama seperti pemain-pemain drakor dan saya pun lebay.
2. Orang Malaysia
Bertemu mas dan mbak diparkiran. Saya mengira ini pasti dari Indo, makanya saya pede sekali ngomong santai, "Dari Indo mas?", mas gitu loh. Eh taunya bukan. Masnya jawab, "tak, Malaysie". Kemudian saya 1 lift bersama mas, mbak ini dan 1 orang ibu-ibu. Saya tanya kepada si ibu, "sedang holiday kah di sini?". Iya katanya. Dan mereka tanya balik dari mana saya berasal dan kenapa ada di Beijing.
3. Empat cowo Amrik dari Chicago
Yang ini bukan di lift sih, tapi di lobby. Jamnya juga jam 11 pagi. Jam di mana saya jarang keluar karena belum waktunya menjemput Gavin. Sedang menunggu keterangan registrasi dari resepsionis. Saya duduk di ruang tamu lalu muncul 4 orang ini. Trus saya sapa. Ternyata mereka habis marathon trip ke Hongkong, Macau, Shenzhen, Shanghai dan Beijing, kota yang menjadi lokasi trip terakhir mereka. Lumayan ngobrol beberapa hal. Mereka tanya tempat mana yang menjadi favorit saya di Beijing. Seru ya traveling keliling-keliling kota di satu negara gitu. Mau coba?
4. Gadis negro dari Washington D.C
Mba ini sudah sering ketemu. Berkulit hitam dan rambut panjang dikepang kecil-kecil khas orang Afro. Sekali itu saya berkesempatan berdua dengannya di ruang kecil pengangkut orang ini. Saya sapa dan bertanya asalnya dari mana. Ia menjawab dari Washington DC dan sudah 7 tahun bekerja di kapital Cina ini.
5. Pak guru bule
Bule Amerika juga, bapak-bapak. Ia bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di salah satu SD di sini. Berkesan sekali ketika ia mendengar jawaban bahwa saya berasal dari Indonesia, ia lantas berkomentar, "waw, beautiful country I really want to visit". Widihh.. bangga abis dengernya. Lalu ia juga bilang, susah adaptasi ya di sini, jarang yang bisa Bahasa Inggris. "Iya betul sekali", timpal saya.
6. Grandpa from Italy
Orang Itali, sudah usia senja kalau menurut ukuran saya. Dengan rambut serta kumis dan janggut putih. Saya sapa begitu berbarengan naik lift menuju lantai atas. Ia sudah di masa akhir tugasnya bekerja di sini setelah 3 tahun.
7. Keluarga kece bule New York
Mereka orang New York. Suami istri dan bayi laki-laki lucu. Mereka menjadi tetangga saya untuk 3,5 bulan terakhir ini. Ramah dan terbuka. Sang suami adalah seorang Arsitek dan dinas di sini dalam rangka pembangunan Daxing Airport, bandara baru ibu kota Tiongkok.
Saya ingat sekali di awal pertemuan, mama si baby yang bernama Vallow, dia berkomentar kalau tidak menyangka summer di Beijing panas sekali. Dia bilang di NY tidak sepanas ini. Sampai dia pun masih menyiapkan jaket karena khawatir udara Beijing agak dingin. Hihi... salah ngira ya.
9. Bapak Malaysia
Bapak ini waktu di lift spontan bilang saya dari Malaysia. Saya pasti nggak tahu kalau dia nggak ngomong duluan. Karena perawakannya Chinese. Lalu mengobrol lah kami. Ia disini untuk menjenguk anaknya yang tinggal di Beijing.
10. Mister Shanghai
Tetangga di kamar sebelah. Dua kali satu lift saya tidak berani menyapa duluan karena mengira beliau orang lokal. Sudah hopeless duluan sebelum bertanya. Belum tentu dia ngerti. Tiba-tiba dia nanya duluan saya dari mana. Saya balik bertanya juga, ia datang dari Shanghai dan sedang dinas di sini jawabnya.
Pernah juga beberapa kali satu lift dengan cewe-cewe bule, tapi kelihatannya orang Rusia, dan saya pun ragu mau menyapa, mereka paham bahasa Inggris atau nggak ya.
Selama auranya memungkinkan untuk bertegur sapa, pasti saya pe-de-in aja buat s.k.s.d. Mau gimana lagi, kalau banyak yang bisa diajak ngobrol mah ga kepedean gini kali x)) Sering juga saya bareng se-lift dengan ibu-ibu lokal dengan tatapan hangat ke Gavin. Lalu saya ajak bercengkrama dengan bertanya, "Can you speak English?". Sayang jawabannya bukan "kalau aku sih yes" tapi... "no".
Baru itu yang bisa diinget-inget. Itulah bagian dari suka duka pengalaman di sini. Tiga atau lima menit yang penuh arti. Kebanyakan orang asing yang saya temui di apartemen adalah ekspatriat. Sedang tugas karena dikirim oleh pemerintah, perusahannya atau memang berpetualang mencari kerja di sini. Teman-teman sendiri bagaimana? Berminat melanglang buana ke belahan dunia lain? Punya cerita-cerita seru apa di lift? Share yuk di kolom komentar.
Semoga bermanfaat. Wassalam.
Love,
@deravee
-twitter dan instagram-